Foto Dok PLN |
energikita.id – Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbesar dari sisi aset, PT PLN (Persero) terus berupaya untuk meningkatkan proses pengadaan atau procurement agar semakin efektif dan efisien. Seiring dengan Program Transformasi PLN, digitalisasi menjadi salah satu fondasi yang sudah dan akan terus dikembangkan oleh PLN, termasuk dalam hal sistem pengadaan barang dan jasa.
Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury mengapresiasi upaya PLN untuk mengimplementasikan digital procurement dan smart procurement. Menurutnya, digital procurement di PLN merupakan bagian dari delivery unit initiative yang dimonitor oleh Kementerian BUMN secara langsung.
“Tentunya upaya ini untuk terus meningkatkan sistem supply chain yang semakin terintegrasi dan efisien. Sehingga barang maupun jasa yang diperlukan sebagai bagian dari penyediaan listrik dapat tersedia tepat waktu, tepat kualitas, serta memiliki efisiensi yang tinggi,” ujarnya saat memberikan sambutan pada acara ‘Go Live & Roll Out DIGIPROC New Capabilities’, Kamis (20/1/2022).
Pahala menilai, dengan total jumlah pengeluaran pengadaan di PLN lebih dari Rp 200 triliun pada 2021 lalu, dengan jenis yang beragam dan wilayah yang tersebar, digital procurement menjadi solusi yang tepat dalam proses pengadaan yang efektif dan efisien.
Dia pun berharap agar PLN bisa mengimplementasikan smart procurement dan digital procurement untuk area lainnya di masa mendatang. Tentunya pengembangannya disertai dengan pengembangan fitur fungsional lainya, agar semakin lama dapat semakin memberikan manfaat.
“Sehingga betul-betul memastikan bahwa keseluruhan supply chain di PLN akan semakin efisien lagi ke depannya,” ucap Pahala.
Pada kesempatan yang sama, Komisaris Utama PLN Amien Sunaryadi optimistis fitur new capabilities digital procurement PLN akan membantu tim yang akan mengambil keputusan. Selain itu kedepan, dengan pengembangan tools Vendor Management System di PLN Group diharapkan database vendor bisa menjadi satu kesatuan, sehingga akurasi data dan efisiensi akan lebih tinggi, untuk meningkatkan kualitas analisa tim pengadaan PLN pada khususnya, dan BUMN pada umumnya.
“Semoga PLN bisa membantu bersinergi dengan BUMN lain untuk meningkatkan kualitas, efisiensi dan keandalan procurement kita. Sehingga competitiveness BUMN meningkat,” kata Amien.
Perlu diketahui sejak tahun lalu, Kementerian BUMN juga telah menugaskan PLN sebagai pengelola e-Procurement Academy BUMN melalui PLN Corporate University.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjabarkan, Digital Procurement sebagai salah satu breakthrough digitalisasi dalam program Transformasi PLN sudah terimplementasi melalui lima inisiatif. Kelima inisiatif ini adalah Market Intelligence, Demand Forecast, Spend Analytics, Cost Estimation, dan Tender Analytics.
“Sehingga saat ini hanya tinggal me- rollout pada procurement yang akan dilaksanakan,” tegasnya.
Dengan menggunakan market intelligence, PLN dapat mencari calon penyedia potensial dan melakukan penilaian/pra-kualifikasi secara otomatis. Tentunya, dengan sumber data yang berasal dari rekam jejak mereka selama ini, sistem akan memilih vendor yang mempunyai kinerja baik.
Sementara melalui demand forecast, PLN dapat menganalisis dan memprediksi kebutuhan supply chain terkait dengan perencanaan persediaan material dengan menggunakan artificial intelligence dan machine learning. Sehingga bisa sebagai fungsi kontrol untuk perencanaan yang lebih akurat.
“Dulu Executive Vice President (EVP) Supply Chain mendapatkan data kebutuhan hanya berdasar usulan dari unit-unit. Saat ini EVP Supply Chain sudah dapat menghitung berapa kebutuhan unit berdasarkan historis pemakaian unit,” paparnya.
Spend analytics yang memanfaatkan teknologi descriptive analytics dan machine learning dapat memberikan visibilitas pengeluaran perusahaan maupun insight terkait penghematan/perbaikan, juga potensi peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Dengan inisiatif ini, PLN sepanjang 2021 dapat menghemat sebesar Rp 1,5 triliun, jauh lebih efisien dibandingkan 2020 sebesar Rp 2,1 miliar.
Darmawan melanjutkan, inisiatif cost estimation membuat alat penghitung Harga Perkiraan Engineering/Harga Perkiraan Sendiri (HPE/HPS) berdasarkan struktur biaya yang dapat dimutakhirkan sesuai market indeks terkini menggunakan descriptive analytics. Alhasil, PLN dapat menghitung secara otomatis berapa biaya yang diperlukan dalam membuat satu material berdasarkan struktur biaya yang diperlukan.
“Mulai dari biaya per komponen, biaya pegawai dan sebagainya. Sehingga PLN mendapatkan estimasi biaya yang lebih tepat untuk menyusun HPE/HPS,” imbuh Darmawan.
Terakhir, dengan tender analytics PLN akan melakukan penawaran komersial dengan cepat dan tepat, serta memberikan insight terkait penghematan dalam negosiasi. Sehingga PLN dapat melakukan lelang dengan lebih terbuka, transparan dan bebas dari fraud.
Tentunya, Darmawan menegaskan bahwa upaya PLN untuk meningkatkan kualitas sistem pengadaan tidak berhenti sampai di sini. Pada tahun 2022, PLN akan membangun digitalisasi pengadaan untuk kategori Gardu Induk (GI), Transmisi, PV solar panel, Baterai, main equipment of wind turbine power plant, juga main equipment of PLTG/PLTMG.
“Inisiatif program digital procurement yang sudah terimplementasi akan membawa pada proses pengadaan yang lebih fair, transparan dan akuntabel,” tegasnya.(*)